KONSULTAN BABY SHOP
MAHIR, +62 813 - 9864 – 6177, Sektor Ritel Masih Tertekan pada 2019, Ini Pemicunya
Konsultan, Konsultan Ritel, Manajemen Konsultan Indonesia, Konsultan Bisnis Ritel, Usaha Diera Digital, Strategi Bisnis Di Era Digital, Bisnis Di Era Digital, Konsultan Bisnis di Sidoarjo, Konsultan Bisnis di Surabaya, Konsultan Bisnis di Malang, Bisnis Jakarta 2018, Konsultan Bisnis Jakarta, Bisnis di Jakarta, Konsultan Manajemen Jakarta, Manajemen Bisnis Jakarta, Konsultan Manajemen di Jakarta
Sektor Ritel Masih
Tertekan pada 2019, Ini Pemicunya - Industri ritel diprediksi
masih tertekan ke depan. Hal itu didorong dari sejumlah faktor, salah satunya
konsumsi rumah tangga.
Untuk
mengatasi tekanan, sejumlah perusahaan ritel memiliki strategi dengan
efisiensi, seperti menutup gerai dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Salah
satunya baru-baru ini dilakukan PT Hero Supermarket Tbk dengan menutup 26 gerai
dan PHK 532 karyawan pada 2018.
Institute
for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan, hal tersebut
masih akan berlanjut pada 2019 lantaran banyak faktor yang melatarbelakanginya.
Ekonom
INDEF, Bhima Yudhistira Adinegara menilai, gejolak sektor bisnis ritel pada
2018 disebabkan karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga terbilang stagnan.
"Retail
masih tumbuh rendah tahun 2018 kemarin, karena pertumbuhan konsumsi rumah
tangga enggak naik signifikan, rata-rata stagnan di 5 persen," ujar dia
kepada Liputan6.com, Selasa (15/1/2019).
Merujuk
catatan pada kasus Hero Supermarket, ia melihat ada penurunan penjualan di
bidang makanan hingga 6 persen. Ia menuturkan, itu merupakan indikator adanya
perlambatan konsumsi rumah tangga.
Akibatnya,
dia menghitung hingga sejauh ini ada sekitar lima ritel yang menutup usahanya.
Antara lain 7 Eleven (Sevel), gerai Matahari di Pasaraya Blok Mahakam dan
Manggarai, Lotus, Debenhams, dan GAP.
"Sementara
yang mengurangi gerai ada Hero Group dan MAP," ia menambahkan.
Bhima
pun memperkirakan, gelombang penutupan ritel ini tetap akan berlanjut pada 2019
selama konsumsi rumah tangga dan daya beli melemah. "Kondisi makro memang
mulai pulih, tapi sangat lambat," tegas dia.
Faktor
lainnya, ia menyebutkan, harga komoditas perkebunan yang rontok juga bakal
mempengaruhi daya beli masyarakat, baik di Jawa maupun luar Jawa.
Selain
itu, dia memandang masyarakat masih banyak yang menahan diri untuk belanja
meskipun inflasi hanya menyentuh 3,1 persen. "Ada pemilu juga yang bikin
masyarakat khawatir gaduh. Ini terutama kondisi kelas menengah perkotaan,"
ia menambahkan.
Dia
juga turut menyoroti faktor bunga kredit yang semakin mahal. Hal itu membuat
masyarakat berpikir berulang kali untuk berbelanja dengan kartu kredit.
"Belum
cicilan rumah dan kendaraan bermotor jadi naik. Alokasi untuk beli kebutuhan
pokok di supermarket berkurang," ujar dia.
Pengusaha
Ritel Harus Inovatif
Sebelumnya,
industri ritel di Indonesia kini tengah disoroti. Mulai dari Hero Supermarket
yang resmi menutup 26 toko ritelnya, Neo Central Soho juga dikabarkan dalam
waktu dekat akan meniru langkah yang sama untuk menutup gerai.
Vice
President Corporate Communications Transmart Carrefour, Satria Hamid
mengatakan, pasar industri ritel memang dihadapkan pada situasi sulit. Meski
begitu, industri ritel offline bukan berarti padam.
"Tak
bisa dipungkiri perubahan penetrasi dari bisnis ritel online sudah marak masuk
ke Indonesia. Fenomena ini sudah terasa sejak 10 tahun silam makanya kita
antisipasi dan me-remodeling bisnis kami yang dulu carefour menjadi
transmart," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 15 Januari 2019.
Satria
menuturkan, pentingnya untuk terus mengamati perubahan pasar dan kebutuhan
konsumen yang terus berkembang. Kata dia, hal ini merupakan kunci bagi bisnis
ritel untuk bisa bertahan.
"Kita
industri retail harus lihat kebutuhan konsumen, kreatif, dan juga inovatif.
Jadi industri retail offline belum bisa dikatakan padam sejauh bisa mencoba
memenuhi kebutuhan konsumen. Karena online sendiri menurut saya hanya
diversifikasi pasar saja," ujar dia.
Oleh
karena itu, dia menganjurkan agar ritel-ritel di Indonesia dapat terus
beradaptasi dengan perkembangan yang terus berubah. Termasuk dalam memposisikan
toko ritel masing-masing di masyarakat.
"Untuk
industri ritel jangan pernah putus asa. Yang offline harus bisa beradaptasi dan
menekankan jati diri toko ritel kita itu dimana posisinya. Memang harus
mewarkan ide-ide yang out of the box" imbuh dia.
Sementara
itu, Ketua Bidang Komunikasi dan Media Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
(Aprindo) Fernando Repi menuturkan, sudah saatnya bagi industri ritel masuk ke
dalam bisnis digital (e-commerce).
Menurut
dia, perubahan penetrasi bisnis dari offline ke online penting guna memenuhi
kebutuhan konsumen yang semakin ingin efisien dari waktu ke waktu.
"Ya
jadi memang sudah saatnya, atau lebih tepat peritel memiliki online store,"
kata dia.
Sejak
2017, industri ritel alami tekanan hingga akhirnya menutup gerai. Sejumlah
ritel yang tutup gerai antara lain 7 Eleven (Sevel) yang tutup pada 30 Juni
2017, selain itu Matahari menutup gerainya di Pasaraya Blok M dan Manggarai,
serta mal Taman Anggrek.
Kemudian
PT Mitra Adiperkasa Tbk menutup gerai Lotus yang berada di lima lokasi pada
Oktober. Lotus dioperasikan oleh PT Java Retailindo yang sahamnya 100 persen
dimiliki PT Mitra Adiperkasa Tbk.
Tak
hanya Lotus, Perseroan juga menutup Debenhams yang berada di Senayan Citu,
Kemang Village dan Supermall Karawaci.
Baca Juga : Perusahaan Fintech Ini Tawarkan Bunga Pinjaman 0 Persen untuk Usaha Mikro
Sumber : liputan 6
Industri yang kami layani :
>>> Retail / Ritel : Segala jenis toko ; Toko Buku, Toko Bangunan, Minimarket, Supermarket, Hypermarket, Toko Buah, Toko Obat / Apotik, Baby Shop, Pet Shop, Toko Roti / Bakery, Dll.
>>> Manufacture / Pabrik : Segala Jenis Pabrik ; Pabrik Makanan & Minuman, Pabrik Plastik, Pabrik Kertas, Dll.
>>> Service : Hotel, Restoran, Printing, Cafe, FnB, F & B, Laundry, Wedding, Fashion Design, Barber Shop, Dll.
>>> Start Up : Segala Jenis Industri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar